Rasa Yang Tertinggal

 Assalamualaikum.Wr.Wb

Hai gaes, beberapa hari tidak menulis di blog, rasanya jadi penuh di benak ini apa saja yang akan dituliskan. Sabar..sabar...sabar....jangan ditumpahkan bersamaan, nanti berceceran.

Banyak ide-ide yang ingin ditulis, yakni kenanganku bersama ibu setiap hari ibu, kegiatan kampus yang selalu berhadapan dengan "kendead" alias kena deadline, hobbi anak ketiga saya yang menghasilkan gambar yang cukup membanggkan. Tetapi rasanya kok ada saja yang menghalangi untuk menulis. 

Tiba-tiba di WAG menulis bersama Om Jay. beliau memberikan gambar bubur ayam dan mempersilahkan kami untuk menulis tentang gambar tersebut. Baru pagi ini kubuka laptop dan mencoba mengisi draft-draft dalam blog saya

Siapa yang tidak kenal dengan bubur ayam? Semua pasti kenal y.....Setiap daerah sepertinya pasti ada bubur ayam y....walau dengan tampilan yang agak beda. 

Ada pepatah begini "nasi sudah menjadi bubur"...kalau dalam arti sebenarnya adalah bahwa sesuatu sudah terjadi sehingga mau gimana lagi. Tetapi kalau bubur sebenarnya pasti rasanya enak kan.....

Bubur ayam itu ada yang menggunakan kuah kuning dan ada yang tidak mengguakan kuah. Biasanya saya menyebutnya bubur ayam biasa itu yang pakai kuah, sedangkan bubur ayam yang tidak menggunakan kuah itu yang menggunakan kecap asin.

Putar balik ke tahun 2000 sampai 2010 an. Waktu itu saya tinggal di Pemulang , Serpong Tangerang Selatan. Saya tinggal di sebuah kompleks yakni Permata Pamulnag bersama suami dan ke-4 anak saya. Kami suka sekali sarapan bubur, karena anak saya masih kecil-kecil saat itu. Kami pungya langganan penjual bubur ayam, yang pertama adalah bubur ayam dengan kuah kuning dan penjulanya keliling, dan jualannya pakai motor. Nah, tiap jam 6 pagi, si Abang tukang bubur ini sudah muter dan lewata depan rumahku, hampir setiap pagi saya membeli bubur untuk anak-anakku. Karena sangat tepat untuk anak-anak yang waktu itu saya sangat produktif...hehehe tiap 2 tahun pasti melahirkan seorang anak. Dan waktu itu saya masih menjadi ibu rumah tangga tulen, tidak bekerja. Kalau pu bekrja hanya part time atau berdagang.

Si Abang bubur ayam ini jua sudah tahu bubur ayam untuk anakku selalu dengan piring-piring kecil yang kalau belinya pasti tidak hanya satu, tetapai 3- 4 mangkuk.

Tetapi yang paling spesial adalah bubut ayam betawi yang magnkal di deket gerbang masuk perumahan. Bubur ayam betawi oarng menyebutnya, dan penjuallnya adalah tetangga saya yakni Ci Lina. Bubur ayamnya mantap deh, dengan racikan khasnya. Bubur ayam tanpa kuah, tetapi diberikan kecap asin dan kecap manis yang dipadukan diatas bubur, kemudian topingnya pun memiliki perbedaan dengan bubur ayam Abang julan yang keliling. Topingnya ada ayam, kacang kedelai, irisan cakue, dan irisan lobak putih yang dibuat dadu kecil-kecil, irisan daun bawang dan bawang goreng. Waw..bayangin aja udah ngiler nih....

Rasanya mantap ..jos tenan. Saya tidak menemukan rasa ini di daerah-daerah lain, tak terkecuali di Tegal, tempat tinggal saya sekarang, yang juga tanah kelahiran saya. Banyak juga penjual bubur di sini, tapi tidak ada rasa bubur seenak bubur Ci Lina. Maka inilah yang saya sebut 'rasa yang tertinggal"

Happy weekend gaes....met sarapan pagi dengan buryam...

Salam Literasi

Wassalam



Komentar

  1. Bubur Ayam melahirkan dua komunitas yg rukun. Kominitas bubur tdk diaduk dan komuniras bubur diaduk hehehe

    BalasHapus
  2. Bubur ayam yg selalu buat kangen ya

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

PAHLAWAN LITERASI DI ERA MILENIAL DARI SMP TARUNA BAKTI

Part 5: Eksplorasi Kampus TAFE di Quensland ,Australia: Perjalanan Belajar Singkat di Negara Kanguru

Tetap Eksist di dunia Literasi Bersama EBAS 5